Sore itu,
Lembayung
senja berpendar mencari sisi tempatnya menapak. Di ujung pematang sawah,
diantara hamparan padi membentang, seorang dia sedang memandang ciptaan sang
Khalik dari pondok kecil yang menghadap bukit.
Ia menggalungkan sejumput rambut
hitam panjang dengan tangan kecilnya dan meletakkan ke sisi kiri pundaknya.
Senja hampir lalu,sekali lagi ia membuang jauh pandangannya ke sudut sudut
hamparan padi di antara bukit bukit, mengatupkan mata, menghirup udara pelan
lalu menghembuskan dan membiarkannya berbaur dengan udara sore itu.
Sungguh,bukan sekali ini ia bertemu
dengan senja sore itu. Separuh perjalanan hidup ia tangkupkan dalam keindahan
ciptaanya. Keindahannya telah menjadi jiwa dan penghidupannya selama ini. Tapi
entah mengapa sore itu, ia benar benar merasa akan kehilangan sang
senja,kehilangan separuh perjalanan hidupnya…
“Tri ..
Sahutan pelan itu menyadarkan dia dari
diamnya.
“Ah,ibu ngangetin,kirain siapa,”
balasnya dengan muka dibuat masam seolah olah marah.
“ Dari tadi kamu melamun terus?
Mikirin apa ? Ayo sini bantuin ibu bawain sayur. Tak baik anak gadis banyak
melamun.
Ia bergegas bangkit dari tempatnya
duduk. Mengambil sayuran dari tangan sang ibu dan berlari lari kecil diantara hamparan padi,meninggalkan sang ibu
yang sedang tertawa kecil melihat ulah anak gadisnya. Baginya, kebahagiaan itu
sederhana,sesederhana perjalanan hidupnya di pedesaan kecil diantara hamparan
sawah. Jauh dari kehidupan sosial yang kompleks yang dinikmati kebanyakan orang.
“Tri ..
Langkahnya terhenti, ia menoleh ke
belakang menatap yang empunya suara,dan tersenyum.
“Kalau ibu boleh tahu,tadi kamu
sedang mikirin apa ?
“Tidak ada bu,dan tidak penting
pula,”sahutnya.
“Apa kamu sedih akan ninggalin
Malang, Tri ?
Ia berpikir sejenak, mencari jawaban
terbaiknya.
“Entahlah bu, ibu sendiri sedih nggak
pisah dengan Putri ?
“Kamu ini .. ditanyain malah nanya
sebaliknya ,”sahut ibunya terkekeh. “ Ibu juga tidak rela Tri pisah dari anak
ibu, tapi kalau kamu dikampung terus,kamu dapat apa ? Kamu ke kota
dulu,lanjutin kuliah kamu, nanti kamu bisa bangun diri kamu sendiri.
“Putri mau bu jadi orang sukses,tapi
kan..disini dan di Jakarta beda,bu. Disini sejuk nggak ada polusi seperti
Jakarta,nggak ramai seperti Jakarta,nggak bising seperti Jakarta,bu.
“Kamu kenapa ngomong gitu toh Tri? ,”
sahut sang ibu sembari mendekatkan diri padanya. Ini kan sudah pilihan kamu.
Kamu ingin pendidikan yang layak, maka kamu juga harus menanggung segala
konsekuensi dibalik semua itu. Termasuk juga kamu harus pisah dari ibu,pisah
dari lingkungan kamu sebelumnya. Jakarta dan Malang itu berbeda Tri,ada sisi
indahnya masing masing. Kalau kamu membanding kelebihan dengan kekurangan akan
sulit. Bagaimana?
Ia memandang dalam matanya ibunya,
tak sadar setitik airmata nya bergulir,dengan cepat ia menghapusnya. Ia menarik
lembut lengan sang ibu. “Kita hampir sampai bu,nanti PuTri masakin sayur
sop kesukaan ibu,”sahutnya,berpaling
dari topik percakapan.
--
“Ayo Tri bergegaslah pak Dirga sudah
menunggu…
Ia mengangguk pelan,menghampiri
ibunya,memeluk nya dengan erat dan mengucapkan selamat tinggal dan kemudian
menghampiri bus yang akan membawanya kembali ke dunia yang akan dijalaninya.
Suasana jalanan pagi kota Jakarta pagi
itu masih tampak senggang dan gelap. Beberapa mobil berseliweran di jalan
saling kebut kebutan,mungkin mengejar deadline pekerjaan atau
semacamnya. Beberapa sepeda motor lainnya melaju dengan kecepatan penuh,sungguh
moment yang langka mendapatkan hal hal seperti itu di kota Jakarta,kota
metropolis dengan segala carut marut lalu lintasnya.
‘’
Sudah Tri,tak ada yang tertinggal,’’ kata pak Dirga memastikan tak ada barang
bawaan Putri yang tertinggal di dalam bus. Pak Dirga adalah tetangga yang baik,juga
sopir bus antar kota yang selama ini senantiasa mengantarnya hingga ke Jakarta.
Ia
mengangguk pelan ‘’terimakasih pak,’’sahutnya kepada sopir bus yang setia
menemani tahun tahunnya belakangan ini. ‘’salam buat ibu..
Pak
Dirga tersenyum perlahan. Ia berbalik meninggalkan pak Dirga setelah sebuah
koper dan tas tangannya berpindah di kedua tangannya. Ia menyusuri liku
terminal Kampung Rambutan yang pagi itu sudah dipenuhi beragam aktifitas.Ia
tidak terlalu menikmati pemandangan itu,pandangan matanya lurus ke depan menuju
kumpulan angkot yang akan menuju tempatnya. Ia sengaja memilih keberangkatan
yang tiba pagi berharap bisa terhindar
dari kemacetan kota metropolis yang membuatnya frustasi. Ia letih dan ingin
beristirahat sejenak.
--
Suasana kampus pagi itu..
“Nah,sekarang jelaskan padaku mengapa
belakangan ini kerjaanmu melamun terus,” ujar seorang teman yang berada di
dekatnya.
Ia memalingkan wajah memandang teman
sekelasnya,teman yang juga sahabat yang
hampir setahun ini bersama sama dengannya menjalani perkuliahan,lalu menggeleng
pelan.
‘’Aku tahu Tri,berpisah dengan
orangtua itu sedih,berpisah dengan kampung halaman itu sedih,berpisah dengan
gunung Bromo itu sedih,berpisah dengan …
“Tunggu ! tunggu dulu,tadi kamu
bilang apa Ren? gunung Bromo? ,” Ia memalingkan wajah menghadap Reni,sahabatnya
dengan tatapan bingung.
“Lho iya kan, di Malang bukannya ada
Bromo? ,” tanya Reni sedikit heran.
“Memang kota Malang itu dekat dengan
Gunung Bromo,tapi..apa aku pernah bercerita tentang Gunung Bromo,Ren ?
“Tidak perlu bercerita juga hampir
semua akan tahu tentang Bromo,Tri. Bromo itu kan gunung yang bagus, yang ada kalderanya,ada
juga kawah yang indah juga pemandangannya bagus. Mahasiswa disini kan biasanya
suka mendaki disana Tri,tempat yang indah untuk melepaskan penat dan
berwisata,”jelas Reni panjang lebar.
“Benarkah Ren ? aku menyangka tak
banyak yang tahu tentang Bromo. Aku hanya berpikir mahasiswa disini akan sangat
tertutup dengan keadaan di luar.
“Makanya lain kali jangan merasa
terasingkan Tri. Kita ini masyarakat yang ber-Bhineka,kalau di pelajaran
Pancasila nih misalkan,dosen kan suka omongin kalau sebenarnya kita itu
satu,dari Sabang sampai Merauke,apa yang daerah lain punya kita harus hargai,apa
yang kita punya harus dijaga. Demikian juga disini di Jakarta, walaupun tidak
memiliki pemandangan indah seperti Malang tapi apa yang kamu butuhkan ada
disini,pendidikan,dan lain lain dapatnya cepat. Begitu Tri .. ,” ujar Reni
sambil menyenggol tangan Putri,lalu tertawa.
“Baiklah Ren,aku pikir kamu cukup
cerdas menceramahi ku pagi-pagi,”sahutnya yang kemudian diikuti gelak tawa Reni.
Dalam hati ia sebenarnya menyadari,
tidak seharusnya ia begitu tertutup dengan lingkungan luar. Bagaimana pun,ia adalah mahasiswa. Sudah seharusnya ia membuka
diri terhadap hal hal sekecil itu. Ia menyadari kesalahannya,ia ternyata begitu
kekanak kanakkan.
“Ceritakan tentang daerah mu Ren..
“Apa? Kenapa tiba tiba ingin tahu
daerahku ? ,” sahut Reni
“ Lho,kan barusan bilang tidak boleh
tertutup dengan budaya daerah lain,tapi kenapa ketika aku bertanya kau tidak
mau menjawabnya. Ceritakanlah tentang medan kau itu”,ujarnya sembari mengikuti mengikuti
logat Reni yang notabene berasal dari Medan.
“ Baiklah,tidak perlu marah-marah
begitu,” sahut Reni dengan wajah masam. Apa yang ingin kau ketahui dari
daerahku,Tri? Tari tor-tor ? Oleh olehnya ? Budayanya ? Danau Tobanya ? Atau ..
“Disana banyak cowok tampan,bukan ?,”
sanggahnya sembari menampilkan wajah seriusnya.
“Hah ? kenapa malah bertanya soal itu
? aku tidak punya referensi Tri untuk yang satu itu ,”sahut Reni yang kemudian
diikuti gelak tawa Putri. “Berkunjunglah ke tempatku Tri,disana banyak yang
akan kau temui. Nanti kalau kesana,kau akan disambut oleh masyarakat
desaku,disana akan dijamu sebagai tamu terhormat. Begitu adatku Tri,mereka
sangat menghargai tamu. Tapi disana kita
juga harus jaga sikap Tri,menghargai mereka sebagai masyarakat adat.
“Benarkah Ren?
“Tentu saja,itu adat turun temurun Tri.
Masyarakat desaku selalu menanamkan sikap harus saling menghargai ,menghormati
dan terlebih bagi masyarakat yang diluar kalangan kami. Seperti begitu Tri,”
jelas Reni panjang lebar. “Oh iya dan disana ada Danau Toba lho Tri,nggak kalah
indah sama Bromo..
“Tapi kelihatannya Bromo masih lebih
indah Ren ,” sanggahnya cepat.
“Huuu,itu karena kau tidak pernah
kesana Tri,coba saja kesana dan pasti akan mengakui bahwa memang disana itu
sangat indah,” balas Reni dengan muka seolah olah marah.
Ia tertawa pelan melihat sahabatnya
yang sedang kesal. “Bercanda Ren,aku percaya kok, setiap daerah di negeri ini
diciptakan Tuhan dengan keindahan masing-masing ,apa yang tidak ada di daerah
ini,ada di daerah lain. Tinggal bagaimana kita menjaga,melestarikan dan tentu
saja membuat siapapun bangga sebagai anak bangsa Indonesia,mencintai Indonesia
dan membuatnya lebih baik lagi. Ya nggak Ren ? ,” ujarnya pada sahabatnya itu.
“Ah ternyata kau bisa berubah secepat
ini Tri,itu bagus,”sahut Reni terkekeh.” Lalu bagaimana dengan Malang ? Apa kau
sudah mencoba melupakan sedikit kesedihanmu karena berpisah dengannya ? Tenang
saja Tri,masing ada libur semester depan dan libur libur semester
selanjutnya,jika kau bener benar merindukan indahnya,pulanglah.
“Ya,aku pikir aku akan mulai
menghilangkan kesedihanku tentang kota Malang,Ren. Kau tahu kan ada banyak hal
di Jakarta yang tidak ada di tempatku. Aku pikir aku akan mulai mencoba betah
tinggal disini.
“Nah begitu lebih baik ..
“Tapi tidak untuk macetnya..
“Kalau yang itu,aku juga tidak,sama
sekali tidak.
Mereka berdua tertawa melihat
kekonyolan masing masing. Percakapan berlanjut,sampai kemudian terhenti kaRena
melihat dosennya akan masuk.
--
Empat bulan berselang..
Ia masing tampak merapihkan buku-buku
pelajarannya,sebelum seseorang menepuk pelan pundaknya dari belakang.
“Oh Dita,kenapa ?
“Begini Tri,libur semester ini anak
anak akan mengadakan wisata ke Yogyakarta. Putri mau ikut nggak,apa mau pulang
kampung ?
“Oh,nanti aku kabarin bisa Dit? Mau
Tanya orangtua dulu,bisa kan ? ,”jawabnya sembari tersenyum.
Dita mengiyakan lalu kemudian berlalu
.
--
Ia memperhatikan layar handphone
didepannya. Mencari nama yang ingin dihubungi,lalu memencet tobolnya dengan
segera.
“Ibu,temannya Putri ngajakin liburan
semester ini ke Yogya bu,bagaimana ?
“Ibu nggak masalah Tri,kamu nya itu
lho,biasanya kamu paling senang liburan semesteran. Apa ngga nyesel nanti
?,”kata ibunya menggoda anaknya.
“Ngga bu. Percapakan singkat itu
berakhir,ini sudah mendapatkan jawabannya.
--
“Sebelah sini,Tri ,” ujar Reni
menunjukkan tempat yang akan diduduki Putri.
Kereta api itu sedang bersiap memulai perjalanan
panjangnya dari stasiun Senen. Gerbong gerbongnya telah bersedia memulai suatu
perjalanan panjang yang melelahkan namun menyenangkan.
Ia bersandar menghadap sisi
jendela.Sudah separuh perjalanan telah dilalui. Baginya ini sangat
menyenangkan,ia jatuh cinta akan semua ini. Sejenak kerinduannya akan kampung
halamannya sirna ditelan indahnya pematang sawah,pohon pohon rindang dan segala
sesuatu yang disajikan alam Indonesia.
“Bagaimana Tri,indah bukan ? ,” Reni
yang duduk disebelahnya menyahut.
Senyuman indah mengembang dari
wajahnya. Ia tidak mungkin berbohong soal yang satu ini.
--
Yogyakarta.
Keletihan perjalanan panjang kemarin
lenyap sudah berganti dengan suasana indahnya pantai Parangtritis. Pantai indah
terletak kurang dari 25 kilometer
sebelah selatan kota Yogyakarta.Ada ombak besar dan gunung gunung pasir
di sekitar pantai,orang sekitarnya menyebutnya,Gumuk. Aroma pantai sore itu
membawa kehangangatan sendiri dalam dirinya. Ada rasa yang membuatnya nyaman..
Perjalanan beberapa hari itu ditutup
dengan menjajal Jalan Malioboro,mengunjungi tempat penjualan batik dan
kerajinan tangan. Ia memilih beberapa oleh oleh yang akan diberikan pada
ibunya. Telah ia siapkan segala sesuatu yang diberikan pada ibunya,beserta
sekumpulan cerita dan keindahan yang ia simpan baik dalam ingatannya.
“Indonesia indah ya Ren, “ ujarnya
kepada sahabatnya Reni dalam perjalanan pulang dari Yogyakarta.
# cerpen ini murni hasil pemikiran sendiri,tidak membenarkan adanya tindakan plagiarisme kecuali menyertakan sumber .
# cerpen ini murni hasil pemikiran sendiri,tidak membenarkan adanya tindakan plagiarisme kecuali menyertakan sumber .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar