Halaman

Kamis, 23 Januari 2014

Cerpen Cinta Indonesia

                                                               DI PERJALANAN
Sore itu,
Lembayung senja berpendar mencari sisi tempatnya menapak. Di ujung pematang sawah, diantara hamparan padi membentang, seorang dia sedang memandang ciptaan sang Khalik dari pondok kecil yang menghadap bukit.
Ia menggalungkan sejumput rambut hitam panjang dengan tangan kecilnya dan meletakkan ke sisi kiri pundaknya. Senja hampir lalu,sekali lagi ia membuang jauh pandangannya ke sudut sudut hamparan padi di antara bukit bukit, mengatupkan mata, menghirup udara pelan lalu menghembuskan dan membiarkannya berbaur dengan udara sore itu.
Sungguh,bukan sekali ini ia bertemu dengan senja sore itu. Separuh perjalanan hidup ia tangkupkan dalam keindahan ciptaanya. Keindahannya telah menjadi jiwa dan penghidupannya selama ini. Tapi entah mengapa sore itu, ia benar benar merasa akan kehilangan sang senja,kehilangan separuh perjalanan hidupnya…
“Tri ..
Sahutan pelan itu menyadarkan dia dari diamnya.
“Ah,ibu ngangetin,kirain siapa,” balasnya dengan muka dibuat masam seolah olah marah.
“ Dari tadi kamu melamun terus? Mikirin apa ? Ayo sini bantuin ibu bawain sayur. Tak baik anak gadis banyak melamun.
Ia bergegas bangkit dari tempatnya duduk. Mengambil sayuran dari tangan sang ibu dan berlari lari kecil  diantara hamparan padi,meninggalkan sang ibu yang sedang tertawa kecil melihat ulah anak gadisnya. Baginya, kebahagiaan itu sederhana,sesederhana perjalanan hidupnya di pedesaan kecil diantara hamparan sawah. Jauh dari kehidupan sosial yang kompleks yang dinikmati kebanyakan orang.
--
“Tri ..
Langkahnya terhenti, ia menoleh ke belakang menatap yang empunya suara,dan tersenyum.
“Kalau ibu boleh tahu,tadi kamu sedang mikirin apa ?
“Tidak ada bu,dan tidak penting pula,”sahutnya.
“Apa kamu sedih akan ninggalin Malang, Tri ?
Ia berpikir sejenak, mencari jawaban terbaiknya.
“Entahlah bu, ibu sendiri sedih nggak pisah dengan Putri ?
“Kamu ini .. ditanyain malah nanya sebaliknya ,”sahut ibunya terkekeh. “ Ibu juga tidak rela Tri pisah dari anak ibu, tapi kalau kamu dikampung terus,kamu dapat apa ? Kamu ke kota dulu,lanjutin kuliah kamu, nanti kamu bisa bangun diri kamu sendiri.
“Putri mau bu jadi orang sukses,tapi kan..disini dan di Jakarta beda,bu. Disini sejuk nggak ada polusi seperti Jakarta,nggak ramai seperti Jakarta,nggak bising seperti Jakarta,bu.
“Kamu kenapa ngomong gitu toh Tri? ,” sahut sang ibu sembari mendekatkan diri padanya. Ini kan sudah pilihan kamu. Kamu ingin pendidikan yang layak, maka kamu juga harus menanggung segala konsekuensi dibalik semua itu. Termasuk juga kamu harus pisah dari ibu,pisah dari lingkungan kamu sebelumnya. Jakarta dan Malang itu berbeda Tri,ada sisi indahnya masing masing. Kalau kamu membanding kelebihan dengan kekurangan akan sulit. Bagaimana?
Ia memandang dalam matanya ibunya, tak sadar setitik airmata nya bergulir,dengan cepat ia menghapusnya. Ia menarik lembut lengan sang ibu. “Kita hampir sampai bu,nanti PuTri masakin sayur sop  kesukaan ibu,”sahutnya,berpaling dari topik percakapan.
--
“Ayo Tri bergegaslah pak Dirga sudah menunggu…
Ia mengangguk pelan,menghampiri ibunya,memeluk nya dengan erat dan mengucapkan selamat tinggal dan kemudian menghampiri bus yang akan membawanya kembali ke dunia yang akan dijalaninya.
Suasana jalanan pagi kota Jakarta pagi itu masih tampak senggang dan gelap. Beberapa mobil berseliweran di jalan saling kebut kebutan,mungkin mengejar deadline pekerjaan atau semacamnya. Beberapa sepeda motor lainnya melaju dengan kecepatan penuh,sungguh moment yang langka mendapatkan hal hal seperti itu di kota Jakarta,kota metropolis dengan segala carut marut lalu lintasnya.
‘’ Sudah Tri,tak ada yang tertinggal,’’ kata pak Dirga memastikan tak ada barang bawaan Putri yang tertinggal di dalam bus. Pak Dirga adalah tetangga yang baik,juga sopir bus antar kota yang selama ini senantiasa mengantarnya hingga ke Jakarta.
Ia mengangguk pelan ‘’terimakasih pak,’’sahutnya kepada sopir bus yang setia menemani tahun tahunnya belakangan ini. ‘’salam buat ibu..
Pak Dirga tersenyum perlahan. Ia berbalik meninggalkan pak Dirga setelah sebuah koper dan tas tangannya berpindah di kedua tangannya. Ia menyusuri liku terminal Kampung Rambutan yang pagi itu sudah dipenuhi beragam aktifitas.Ia tidak terlalu menikmati pemandangan itu,pandangan matanya lurus ke depan menuju kumpulan angkot yang akan menuju tempatnya. Ia sengaja memilih keberangkatan yang tiba  pagi berharap bisa terhindar dari kemacetan kota metropolis yang membuatnya frustasi. Ia letih dan ingin beristirahat sejenak.
--
Suasana kampus pagi itu..
“Nah,sekarang jelaskan padaku mengapa belakangan ini kerjaanmu melamun terus,” ujar seorang teman yang berada di dekatnya.
Ia memalingkan wajah memandang teman sekelasnya,teman yang juga sahabat  yang hampir setahun ini bersama sama dengannya menjalani perkuliahan,lalu menggeleng pelan.
‘’Aku tahu Tri,berpisah dengan orangtua itu sedih,berpisah dengan kampung halaman itu sedih,berpisah dengan gunung Bromo itu sedih,berpisah dengan …
“Tunggu ! tunggu dulu,tadi kamu bilang apa Ren? gunung Bromo? ,” Ia memalingkan wajah menghadap Reni,sahabatnya dengan tatapan bingung.
“Lho iya kan, di Malang bukannya ada Bromo? ,” tanya Reni sedikit heran.
“Memang kota Malang itu dekat dengan Gunung Bromo,tapi..apa aku pernah bercerita tentang Gunung Bromo,Ren ?
“Tidak perlu bercerita juga hampir semua akan tahu tentang Bromo,Tri. Bromo itu kan gunung yang bagus, yang ada kalderanya,ada juga kawah yang indah juga pemandangannya bagus. Mahasiswa disini kan biasanya suka mendaki disana Tri,tempat yang indah untuk melepaskan penat dan berwisata,”jelas Reni panjang lebar.
“Benarkah Ren ? aku menyangka tak banyak yang tahu tentang Bromo. Aku hanya berpikir mahasiswa disini akan sangat tertutup dengan keadaan di luar.
“Makanya lain kali jangan merasa terasingkan Tri. Kita ini masyarakat yang ber-Bhineka,kalau di pelajaran Pancasila nih misalkan,dosen kan suka omongin kalau sebenarnya kita itu satu,dari Sabang sampai Merauke,apa yang daerah lain punya kita harus hargai,apa yang kita punya harus dijaga. Demikian juga disini di Jakarta, walaupun tidak memiliki pemandangan indah seperti Malang tapi apa yang kamu butuhkan ada disini,pendidikan,dan lain lain dapatnya cepat. Begitu Tri .. ,” ujar Reni sambil menyenggol tangan Putri,lalu tertawa.
“Baiklah Ren,aku pikir kamu cukup cerdas menceramahi ku pagi-pagi,”sahutnya yang kemudian diikuti gelak tawa Reni.
Dalam hati ia sebenarnya menyadari, tidak seharusnya ia begitu tertutup dengan lingkungan luar. Bagaimana pun,ia  adalah mahasiswa. Sudah seharusnya ia membuka diri terhadap hal hal sekecil itu. Ia menyadari kesalahannya,ia ternyata begitu kekanak kanakkan.
“Ceritakan tentang daerah mu Ren..
“Apa? Kenapa tiba tiba ingin tahu daerahku ? ,” sahut Reni
“ Lho,kan barusan bilang tidak boleh tertutup dengan budaya daerah lain,tapi kenapa ketika aku bertanya kau tidak mau menjawabnya. Ceritakanlah tentang medan kau itu”,ujarnya sembari mengikuti mengikuti logat Reni yang notabene berasal dari Medan.
“ Baiklah,tidak perlu marah-marah begitu,” sahut Reni dengan wajah masam. Apa yang ingin kau ketahui dari daerahku,Tri? Tari tor-tor ? Oleh olehnya ? Budayanya ? Danau Tobanya ? Atau ..
“Disana banyak cowok tampan,bukan ?,” sanggahnya sembari menampilkan wajah seriusnya.
“Hah ? kenapa malah bertanya soal itu ? aku tidak punya referensi Tri untuk yang satu itu ,”sahut Reni yang kemudian diikuti gelak tawa Putri. “Berkunjunglah ke tempatku Tri,disana banyak yang akan kau temui. Nanti kalau kesana,kau akan disambut oleh masyarakat desaku,disana akan dijamu sebagai tamu terhormat. Begitu adatku Tri,mereka sangat menghargai tamu. Tapi disana kita  juga harus jaga sikap Tri,menghargai mereka sebagai masyarakat adat.
“Benarkah Ren?
“Tentu saja,itu adat turun temurun Tri. Masyarakat desaku selalu menanamkan sikap harus saling menghargai ,menghormati dan terlebih bagi masyarakat yang diluar kalangan kami. Seperti begitu Tri,” jelas Reni panjang lebar. “Oh iya dan disana ada Danau Toba lho Tri,nggak kalah indah sama Bromo..
“Tapi kelihatannya Bromo masih lebih indah Ren ,” sanggahnya cepat.
“Huuu,itu karena kau tidak pernah kesana Tri,coba saja kesana dan pasti akan mengakui bahwa memang disana itu sangat indah,” balas Reni dengan muka seolah olah marah.
Ia tertawa pelan melihat sahabatnya yang sedang kesal. “Bercanda Ren,aku percaya kok, setiap daerah di negeri ini diciptakan Tuhan dengan keindahan masing-masing ,apa yang tidak ada di daerah ini,ada di daerah lain. Tinggal bagaimana kita menjaga,melestarikan dan tentu saja membuat siapapun bangga sebagai anak bangsa Indonesia,mencintai Indonesia dan membuatnya lebih baik lagi. Ya nggak Ren ? ,” ujarnya pada sahabatnya itu.
“Ah ternyata kau bisa berubah secepat ini Tri,itu bagus,”sahut Reni terkekeh.” Lalu bagaimana dengan Malang ? Apa kau sudah mencoba melupakan sedikit kesedihanmu karena berpisah dengannya ? Tenang saja Tri,masing ada libur semester depan dan libur libur semester selanjutnya,jika kau bener benar merindukan indahnya,pulanglah.
“Ya,aku pikir aku akan mulai menghilangkan kesedihanku tentang kota Malang,Ren. Kau tahu kan ada banyak hal di Jakarta yang tidak ada di tempatku. Aku pikir aku akan mulai mencoba betah tinggal disini.
“Nah begitu lebih baik ..
“Tapi tidak untuk macetnya..
“Kalau yang itu,aku juga tidak,sama sekali tidak.
Mereka berdua tertawa melihat kekonyolan masing masing. Percakapan berlanjut,sampai kemudian terhenti kaRena melihat dosennya akan masuk.
--
Empat bulan berselang..
Ia masing tampak merapihkan buku-buku pelajarannya,sebelum seseorang menepuk pelan pundaknya dari belakang.
“Oh Dita,kenapa ?
“Begini Tri,libur semester ini anak anak akan mengadakan wisata ke Yogyakarta. Putri mau ikut nggak,apa mau pulang kampung ?
“Oh,nanti aku kabarin bisa Dit? Mau Tanya orangtua dulu,bisa kan ? ,”jawabnya sembari tersenyum.
Dita mengiyakan lalu kemudian berlalu .
--
Ia memperhatikan layar handphone didepannya. Mencari nama yang ingin dihubungi,lalu memencet tobolnya dengan segera.
“Ibu,temannya Putri ngajakin liburan semester ini ke Yogya bu,bagaimana ?
“Ibu nggak masalah Tri,kamu nya itu lho,biasanya kamu paling senang liburan semesteran. Apa ngga nyesel nanti ?,”kata ibunya menggoda anaknya.
“Ngga bu. Percapakan singkat itu berakhir,ini sudah mendapatkan jawabannya.
--
“Sebelah sini,Tri ,” ujar Reni menunjukkan tempat yang akan diduduki Putri.
Kereta api  itu sedang bersiap memulai perjalanan panjangnya dari stasiun Senen. Gerbong gerbongnya telah bersedia memulai suatu perjalanan panjang yang melelahkan namun menyenangkan.
Ia bersandar menghadap sisi jendela.Sudah separuh perjalanan telah dilalui. Baginya ini sangat menyenangkan,ia jatuh cinta akan semua ini. Sejenak kerinduannya akan kampung halamannya sirna ditelan indahnya pematang sawah,pohon pohon rindang dan segala sesuatu yang disajikan alam Indonesia.
“Bagaimana Tri,indah bukan ? ,” Reni yang duduk disebelahnya menyahut.
Senyuman indah mengembang dari wajahnya. Ia tidak mungkin berbohong soal yang satu ini.
­--
Yogyakarta.
Keletihan perjalanan panjang kemarin lenyap sudah berganti dengan suasana indahnya pantai Parangtritis. Pantai indah terletak kurang dari 25 kilometer  sebelah selatan kota Yogyakarta.Ada ombak besar dan gunung gunung pasir di sekitar pantai,orang sekitarnya menyebutnya,Gumuk. Aroma pantai sore itu membawa kehangangatan sendiri dalam dirinya.  Ada rasa yang membuatnya nyaman..
Perjalanan beberapa hari itu ditutup dengan menjajal Jalan Malioboro,mengunjungi tempat penjualan batik dan kerajinan tangan. Ia memilih beberapa oleh oleh yang akan diberikan pada ibunya. Telah ia siapkan segala sesuatu yang diberikan pada ibunya,beserta sekumpulan cerita dan keindahan yang ia simpan baik dalam ingatannya.
“Indonesia indah ya Ren, “ ujarnya kepada sahabatnya Reni dalam perjalanan pulang dari Yogyakarta.

# cerpen ini murni hasil pemikiran sendiri,tidak membenarkan adanya tindakan plagiarisme kecuali menyertakan sumber .
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar