Mencari pekerjaan sudah merupakan tradisi dan pola pikir yang turun temurun dalam kelompok sosial masyarakat Indonesia. Selain kedewasaan dalam berpikir berperilaku, seseorang juga dianggap sudah menemukan jati dirinya bila sukses dalam karier dan mempunyai sumber keuangan pribadi. Doktrin inilah yang melekat kuat dan akhirnya berimbas pada masyarakat kita sendiri. Masyarakat pada akhirnya cenderung mengambil tindakan 'instant' dan berlomba mencari pekerjaan ketimbang menciptakan pekerjaan itu sendiri. Hal inilah yang menuntun seseorang lebih mengedepankan pencapaian ilmu demi mendapatkan nilai setinggi tingginya pada ijazah,bukannya mengendepankan pengetahuan tentang ilmu itu sendiri.Hal tersebutlah yang pada akhirnya membuat masyarakat Indonesia enggan berkompetisi dan menciptakan peluang sehingga timbullah sikap apatis dan hanya menunggu kesempatan yang ada.
Menciptakan pekerjaan lazimnya bukanlah hal yang mudah. Banyak pertimbangan serta hal hal mendasar yang harus diketahui oleh seseorang yang memang ingin mengembangkan sebuah lapangan pekerjaan. Salah satu hal yang paling utama adalah menumbuhkan jiwa enterpreuner pada diri pribadi.Jiwa enterpreuner memang tidak akan tumbuh jikalau seseorang tersebut belum memiliki keinginan menjadi seorang enterpreuner.Lalu pertanyaannya,bagaimana bisa seseorang menanggalkan doktrin mencari pekerjaan lalu berhaluan doktrin menciptakan pekerjaan? Jawabannya sederhana,yaitu seseorang harus berwawasan.
Seseorang dalam hidupnya baiklah dia berwawasan dan bukan sekedar pintar. Karena wawasan merupakan jembatan yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan akal nalar manusia,sehingga akan muncullah ide ide baru hasil pengembangan ilmu pengetahuannya.
Dan pertanyaan selanjutnya,bagaimana seseorang bisa berwawasan seputar penciptaan pekerjaan? Jawabannya barang pasti dalam pendidikan. Seseorang yang berpendidikan akan lebih berwawasan ketimbang yang tidak berpendidikan. Seseorang yang berpendidikan hidupnya akan lebih didominasi hal hal baru ketimbang yang tidak berpendidikan.
Menurut fakta,wawasan seseorang akan berkembang ketika seseorang tersebut mulai menanggalkan status bangku sekolah ke institusi pendidikan tinggi dalam hal ini kampus. Dalam hidup ber-kampus seseorang akan lebih terbuka pemahamannya karena disinilah letak seseorang diperhadapkan pada pilihan masa depannya. Dan dalam hal ini jugalah sebenarnya seseorang sudah bisa mengambangkan doktrin menciptakan pekerjaan. Namun sayangnya,mahasiswa Indonesia masih terfokus pada istilah 'jurusan' yang artinya banyak mahasiswa Indonesia yang berpikiran bahwa mahasiswa jurusan manajemen ataupun mahasiswa bisnis yang sebenarnya harus berwawasan dalam hal penciptaan pekerjaan. Hal inilah yang membawa sedikitnya minat menjadi enterpreuner dalam diri mahasiswa.
Baiklah kita berkaca pada negara negara maju seperti halnya Amerika Serikat. Amerika Serikat yang notabene negara para milyuner,sebut saja Bill Gates(pencipta Microsoft) dan Mark Zuckeberg(penemu Facebook) dll. Mereka bukanlah mahasiswa bisnis ataupun manajemen,tapi mereka hanyalah mahasiswa IT yang berwawasan dalam bidangnya. Siapa pernah menyangka jika mereka akhirnya dapat dapat menyediakan jutaan lapangan pekerjaan dalam masyarakat dan manfaat hasil kerja mereka juga dirasakan hampir setiap orang di dunia.
Baik Bill Gates ataupun Mark Zuckeberg bukanlah patokan kita membangun jiwa enterpreuner,karena bagaimana pun masing masing memiliki cara agar jiwa enterpreuner tumbuh dalam dirinya. Namun yang pasti untuk memaksimalisasikan potensi menjadi enterpreuner,mahasiswa Indonesia perlu belajar satu hal bahwa ilmu yang didapat baiklah digunakan demi kemajuan bangsa,bukan sekedar konsumsi pribadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar